YOU CAN GET ALL

Saturday 21 August 2010

Mengintip Kerajinan Mpu Gandring dengan Pemasaran ala Abad 21



Foto
Bantul - Mpu Gandring, sang tokoh terkenal pembuat senjata pusaka mungkin telah tiada. Namun banyak penerus dari Mpu Gandring yang cukup mumpuni membuat kerajinan keris, seperti yang terlihat di kawasan Banyusumurup, Imogiri, Bantul

Mayoritas penduduk desa ini bermata pencaharian sebagai pengrajin keris secara turun temurun. Misalnya Aladin, lelaki kelahiran 1969 yang sudah mulai menempa besi untuk membuat keris sejak masih kecil.

"Saya itu mulai bisnis ini dari turun temurun. Mungkin saya keturunan yang ketujuh. Pada tahun 1996-1997 saya buat usaha sendiri, lepas dari bapak dengan modal awal Rp 5 juta, pinjem dari bank," kenangnya saat ditemui detikFinance di rumahnya, Bantul, Kamis (15/7/2010).

Aladin akui memang ada perbedaan sedikit dalam pembuatan keris dibandingkan zaman dulu. Perbedaan utamanya tentu saja terletak pada alat untuk membuatnya.

"Dulu itu, menghaluskan besinya masih pakai cara tradisional, sekarang pakai gerinda," jelasnya.

Tak hanya itu, cara para pengrajin keris saat ini memasarkan karyanya pun rupanya telah beralih ke sistem Online alias menggunakan internet dan mobile phone. Keris Gandring Aladin bisa dipesan dengan alamat email algunadi_yuli@yahoo.com dan tentu saja via telpon.

Mereka pun sudah sangat melek teknologi. Di sela-sela membuat sarang keris, Algunadi (adik Aladin) terlihat sesekali mengakses internet melalui laptopnya. Selain itu, dia juga dikelilingi handphone yang siap menerima berbagai pesanan dari seluruh daerah di Indonesia bahkan di luar begeri.

"Ada yang untuk rias penganten, suvenir, kesenian-kesenian seperti ketoprak," ujar ayah 2 anak ini.

Selain keris khas Jawa, Aladin bisa mengerjakan keris/senjata khas dari seluruh daerah di Indonesia bahkan di luar negeri seperti Brunei Darussalam.

"Biasanya saya dikasih lihat contoh,dikirim foto. Lalu saya buat 2, yang 1 buat dikirim yang satu buat contoh di sini 1," jelasnya.

Aladin menyatakan untuk mengerjakan 1 keris, dibutuhkan sekitar 6 orang untuk menyelesaikan per bagiannya. Pada bagian sarung ada yang disebut gagang/ukir,mendak,warangka,dan pendok. Sedangkan pada bagian kerisnya terdapat bagian luk, pamor, bilah, kembang kacang, gonjo, dan peksi.

"Keris itu memang tidak bisa dikerjakan 1 orang, bisa 6 orang, minimal. Jadi total orang yang bekerja pada saya itu bisa 25 orang yang bekerja di rumahnya masing-masing" ujarnya.

Dengan upah Rp 25 ribu per hari, para pekerja Aladin bisa menghasilkan 20 keris per hari. Tidak tanggung-tanggung, Aladin dapat meraup omzet sebesar Rp 30 juta per bulan dengan kisaran harga keris yang beraneka ragam.

"Dari harga 50 ribu, ini yang murah, kita bisa cepat produksinya. Lalu, Rp
150-an sampai Rp 7,5 juta kalau emas tapi tergantun pesanan mau dilapisi emas, atau emas semuanya," jelasnya.

Aladin menilai bisnis keris mulai marak lagi pasca gempa Jogja beberapa tahun lalu. Aladin sendiri tidak tahu alasannya mengapa.

"Bulan-bulan puasa memang agak turun, tapi setelah gempa jadi laris,walaupun sempat beku selama 6 bulan," kenang lelaki yang telah 14 tahun menggeluti bisnis keris ini.

Kuatnya persaingan di desa ini, membuat Aladin terus-menerus meningkatkan kualitas keris buatannya. Alhasil, pemasaran keris Gandring Aladin telah mencakup beberapa daerah dan mampu terus hidup di tengah 70 'Mpu pembuat keris' di desa ini.

"Waktu gempa banyak dari Australia mau beli, tapi apa mau dikata, kita tidak bisa penuhi karena kondisi rumah juga tidak memungkinkan. Sekarang, pasarannya di Jogja, solo, Semarang, Jakarta, Bali. Kalau ke luar, biasanya pembeli langsung datang saja, ada yang dari Amerika,Brunei, Malaysia," ungkapnya.

Aladin akui memang terdapat beberapa kendala untuk memenuhi pesanan-pesanan keris tersebut. Hal ini terkait jumlah tenaga kerja yang minim dan bahan baku yang sulit didapat.

"Kendalanya, di desa banyak orang hajatan. Jadi karena banyak yang bantu, jadi pekerjanya kurang. Kan di desa, rasa gotong royongnya tinggi. Kalau bahan, memang didapat di sekitar Jogja, keculi cendana. Itu sulit. Dulu didapat dari Timor, sekarang hanya di Sumbawa Barat dan Timur. Kalau perunggunya sih dari Madura dan Surabaya," jelasnya.

Sampai saat ini, Aladin belum menurunkan keahliannya pada anak-anaknya. Pasalnya, anak Aladin masih kecil dan perempuan.

"Cara mengajarkan pembuatan keris ini biasanya ada anak sekolah yang lihat-lihat dulu, kalau mereka pengen buat ya silahkan. Tapi kalau diturunkan ke anak saya, belum karena masih SMP, dan perempuan lagi," tandasnya.

Ramdhania El Hida - detikFinance

No comments:

Post a Comment