YOU CAN GET ALL

Thursday 8 July 2010

Sebenarnya soal PIL apa POL ??


GARA-gara kena PHK, praktis Purwadi, 49, jadi POL alias Purwadi Orang Lontang-lantung (pengangguran). Nuryati, 40, yang malu punya suami tanpa kerja, menuntut cerai. Tapi Purwadi malah coba-coba bunuh diri, karena dia menuduh tuntutan cerai tersebut akibat istrinya telah memiliki PIL baru.

Sebagai tulang punggung keluarga, suami harus memiliki sumber penghasilan. Ada juga sih istri yang nrimo bersuamikan penganggur, asalkan rajin minum: obat kuat. Tapi ini kan jarang terjadi, ibarat kata 1: 1.000. Yang umum, selaku penanggunjawab rumahtangga harus mampu membiayai kebutuhan keluarganya. Jangan sudah punya istri masih minta subsidi pada orangtuanya. Ini namanya lelaki cap apa? Kerja tak punya, bisanya hanya ngerjai istri! Sungguh memalukan bukan?

Ny. Nuryati kini dalam posisi seperti ini. Dia merasa malu karena suaminya sudah bertahun-tahun jadi panji klantung gara-gara kena PHK sejak 5 tahun lalu. Meski dia sendiri menjadi guru SMP di Pare, tapi kan lebih baik jika sumber penghasilan itu dari dua jurusan. Gaji suami ditabung, gaji istri untuk makan sehari-hari. Kalau sekarang ini apa, semua APBN (Anggaran Pendapatan & Belanja Ngomah) dibebankan pada istri. Sedangkan Purwadi, karena sebagai pekerja serabutan duitnya tak jelas, jika dapat uang hanya untuk beli rokok dan kumpul-kumpul teman sejawat.

Berulangkali Bu Guru ini minta agar suaminya segera mencari pekerjaan yang jelas, sehingga punya sumber keuangan permanen. Tapi Purwadi selalu berasalan, dalam usia balita (di bawah lima puluh tahun) kini, cari lowongan susah. Kalau ada hanya di jalur politik. Tapi bagaimana mau jadi pengurus partai dan dapat kursi DPRD atau DPR, lha wong pemahaman organisasi dan politik minim sekali. Orang macam Purwadi, jadi anggota partai paling bagian mompa petromaks atau cari pinjaman kursi manakala ada rapat cabang.

Gara-gara alasan tetek yang bengek tersebut, Nuryati lalu mengancam suaminya untuk bercerai. Paling celaka, tuntutan itu belum juga didaftarkan ke Pengadilan Agama, tapi Bu Guru sudah tidak mau lagi melayani suami dalam urusan ranjang. Jika tidur selalu sendiri-sendiri. Mana kala Purwadi mau nyusul, eh sudah dikunci dari dalam. “Kalau begini, enakan jadi kucing ya, bisa mbrobos (menerobos) dari celah dinding,” keluh suami yang terkena “embargo”.

Sebagai lelaki normal, muda dan masih enerjik, sungguh menyiksa sikap Nuryati. Saking ngebetnya, Purwadi pernah SMS pada istrinya bahwa siap memberikan uang Rp 650.000,- asal mau diajak bersetubuh. Karena sudah kadung kesal, SMS itu tak ditanggapi istri. Nuryati hanya menggumam: Nggak ah, dana aspirasi urusan bawah kok hanya Rp 650.000,- Murah amat, wong di DPR saja “dana aspirasi” bisa sampai Rp15 miliar.

Dan ternyata Nuryati bukan sekadar gertak sambal, beberapa hari lalu dia mulai mendaftarkan gugatan cerainya ke PA Kediri. Purwadi pun menduga, istrinya begitu ngotot macam Golkar mesti karena sudah punya PIL sebagai cadangan. Karena takut kehilangan istri tercinta, dia lalu mengancam: akan bunuh diri jika gugatan tak dicabut. Tapi rupanya Bu Guru bersikap mbelgedes (bodo amat) saja. Namun demikian dia minta pada adik kandung suami, agar diadakan pengawasan melekat macam era Wapres Sudarmono. “Takutnya masmu bunuh diri beneran lho….,” kata Nuryati.

Rupanya bukan isapan jempol. Adik Purwadi yang diam-diam selalu memantau gerak-gerik kakaknya, akhirnya mendapatkan adegan tragis itu. Dia melihat Purwadi siap mengalungkan tambang ke lehernya dalam rangka gantung diri. Nah, begitu lelaki frustrasi itu menendang kursi yang dijadikan pijakan, kontan si adik mengejar dan membabat tali rafia itu. Gedebug, Purwadi terjatuh, tapi selamat, daripada mati tercekik. “Eling kang, anakmu isih cilik-cilik (ingat mas, anakmu masih kecil-kecil),” kata adik Purwadi. Penduduk Desa Tertek Kecamatan Pare pun geger dan berdatangan menolong.

Paling aman, gantung diri mestinya di pohon bayem. (JP/Gunarso TS)

Nah Ini Diah

No comments:

Post a Comment