YOU CAN GET ALL

Thursday 8 July 2010

ISTRIKU bukan SEPEDA


BAGI Marwoto, 61, agaknya istri sepeda saja, ketika sudah tak enak dicemplak lalu ganti kendaraan lain. Akibat pemahaman yang demikian, dia meringkuk di Polres Tuban, gara-gara menyetubuhi ponakan sendiri. Katinah, 18. “Maklum Pak, istri di rumah sudah nggak enak lagi,” kata Marwoto blak-blakan.

Ketika umur sudah 50 tahun, biasanya kaum hawa mulai kedatangan menepause alias tidak haid lagi. Ini kodrat yang tak bisa dicegah. Dalam kondisi demikian, kaum ibu umumnya kurang bergairah lagi dalam urusan “melayani” suami. Jika masih juga melayani, itu semua karena kewajiban semata, daripada nanti suami lalu berpaling kepada wanita lain. Soalnya banyak lho suami model demikian. Ketika kendaraan di rumah sudah tidak nyaman dipakai, lalu nyemplak kendaraan lain entah milik siapa.

Ny. Marsih, 55, istri Marwoto, agaknya tak mewaspadai karakteristik kaum adam. Setelah dia menepause dan tak bergairah lagi dalam urusan ranjang, ya sudah sampai di situ saja. Dia sama sekali tak lagi memikirkan kebutuhan suami. Dia pikir punya gejala yang sama. Maka ketika Marwoto colak-colek macam kondektur biskota, dia malah bilang. “Kita sudah tua Pak, mau apa lagi. Tuh, sudah adzan subuh, sana ke mesjid….,” kata Ny. Marsih mengasilhkan persoalan.

Gara-gara penolakan istri, voltase Marwoto memang langsung ngedrop hingga 110 macam listrik jaman Bung Karno. Dan ketika sekali waktu dipaksakan juga, ibarat kendaraan sang istri memang tidak nyaman lagi. Kriyat-kriyet seperti kurang gemuk (pelumas) begitu. Sejak itu Marwoto jadi malas menyentuh sang istri. Bagi Ny. Marsih, itu malah suatu keberuntungan. Palahane, begitu kata wanita dari Desa Trantang Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban (Jatim) ini.

Sebagai lelaki normal, meski tampang Pepabri semangat Marwoto memang masih seperti Akabri yang baru lulus dari Magelang. Karenanya, ketika tak mamperoleh lagi jatah dari rumah, dia mulai mencoba gresek-gresek (mencari) ke tempat lain. Tapi celaka tiga belas, dalam usia yang sudah mulai udzur, Mbah Marwoto sudah susah cari musuh. Mencari gadis jelas tak ada yang mau, mengharapkan janda, di kampungnya juga tak ada janda nganggur. Jadi ya kapiran kapirun, sapi ora nuntun gaga ora matun (baca: terlantar).

Setan sih ngajaknya yang nggak bener saja. Jika perawan atau janda susah didapat, kata setan masih ada solusi di areal wisata asmara Desa Pakis Kecamatan Widang. Tapi Marwoto yang tidak mau. Di samping takut kena penyakit, sejak jadi kakek soal uang dia dijatah pas-pasan. Paling-paling hanya untuk beli rokok barang Rp 10.000,- atau medang di warung pojok kampung Rp 5.000,- Padahal untuk anggaran selingkuh tingkat pedesaan, minimal Rp 100.000,- harus ada di kantong.

Nah, dalam kondisi serba tanggung itu, Mbah Marwoto harus menahan segala gejolak. Sampai kemudian datanglah Katinah, ponakan sendiri yang tinggal di lain desa. Entah kenapa, begitu lihat gadis itu, mendadak pendulumnya kontak blip,blip, blip. Dia lupa bahwa Katinah adalah ponakan sendiri. Maka ketika anak istrinya pergi dan tinggal dia sendirian bersama sang ponakan, itu sebuah keberuntungan besar. “Mumpung situasinya mantap terkendali, sikat saja Bleh…,” begitu kata setan.

Dan memang itulah yang terjadi. Dengan ancaman sekaligus rayuan, sore itu Mbah Marwoto berhasil mengajak ponakan untuk “penak-penakan”. Tapi selesai melepas hajat, tahu-tahu Katinah mengadu sambil menangis pada Ny. Marsih yang baru saja pulang. Gegerlah warga desa Trantang. Orangtua sigadis yang tidak terima segera melapor ke Polres dan Mbah Marwoto yang kelewat nafsu itu dijebloskan ke sel dingin.

Asyik kan, habis anget, langsung dingin, macah es teh! (JP/Gunarso TS)

Nah Ini Dia

No comments:

Post a Comment