YOU CAN GET ALL

Sunday 7 November 2010

PROYEK PDAM tahun 2004 di Sumatra

untaianberita

MINGGU, 20 MEI 2007
Proyek SEAB Raya Mubajir, Gampangnya Menghamburkan Uang Rakyat

Proyek publik ini awalnya dikonsep untuk kepentingan rakyat. Namun dalam perjalanan waktu terjadi indikasi penyimpangan. Baik dalam bentuk tender maupun pelaksanaan teknis. Padahal jelas-jelas ada ketentuan yang mengatur tentang pelaksanaan usaha bidang jasa konstruksi. Lebih khusus lagi adalah tentang pengadaan barang dan jasa barang pemerintah. Ini diatur dalam Keppres 80/2003 yang baru saja direvisi. Faktanya, para birokrat, terutama para pelaku urusan teknis di lapangan sering berbuat ‘jor-joran’. Tak percaya? Itulah yang terjadi di Kabupaten Simalungun. Maksud mengeruk keuntungan akhirnya kerugian yang datang. Bayangkan saja, meski sudah memasuki tahun ketiga, namun hingga kini proyek pengadaan air bersih di Kecamatan Raya tak bisa dinikmati masyarakat.
Padahal, proyek yang bersumber dari dana Subsidi Energi Air Bersih (SEAB) tahun 2004 itu lumayan besar. Totalnya kurang lebih Rp 13 miliyar untuk 2 lokasi. Selain di Kecamatan Raya, sebagian lagi dana itu (sekitar Rp 6 miliyar,red) dialokasikan untuk pembangunan proyek sejenis di Kecamatan Hutabayu Raja. Namun karena tak tuntas, kita pun menyesalkan mengapa demikian. Masalah faktor alam atau hambatan di lapangan mestinya bisa diatasi. Sebab proyek itu dikerjakan dengan perencanaan matang oleh para ahli teknik yang mempuni di bidangnya. Tentunya, perencanaan awal juga memperhitungkan sejumlah hambatan maupun gejala alam yang secara teknis dimugkinkan terjadi Jika akhirnya hambatan tak kunjung bisa diatasi, proyek pun tak bisa dinikmati masyarakat, kita pun patut curiga. Jangan-jangan ada yang salah dengan perencanaan awal proyek itu.
Investigasi yang dilakukan koran ini, proyek ini awalnya akan ditangani PDAM Tirtalihou. Makanya, perusahaan daerah milik Pemkab Simalungun ini sempat terlibat dalam survey dan perencanaan awal. Apalagi, mereka merupakan perusahaan yang memang mengurusi soal penyediaan air bersih di Kabupaten Simalungun. Namun di tengah perjalanan, mereka sama sekali tak diikutkan. Penyebabnya menurut Direktur PDAM Tirtalihou waktu itu, PW Gultom, lebih kepada urusan politis. Begitupun, pihaknya tak mau ngotot dan mempersilahkan instansi lain mengerjakannya. Tetapi hingga PW Gultom mengakhiri masa jabatannya tahun lalu, proyek itu tak kunjung rampung.
Pengelolaan proyek SEAB ini kemudian ditangani oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang urusan teknisnya dikerjakan Dinas Perkotaan Pemukiman dan Pengembangan Wilayah (Perkimbangwil) Kabupaten Simalungun. Saat itu, Bupati Simalungun masih dijabat Ir John Hugo Silalahi. Kepala Bappeda dijabat oleh Drs Bukit Tambunan. Kepala Dinas Perkimbangwil dijabat Ir Sohor Purba. Sementara untuk pimpinan proyek atau pemimpin kegiatannya dipercayakan kepada Ultri Simangunsong ST, MT. Sejak awal pengerjaan proyek ini telah mendapat banyak protes, termasuk dari masyarakat sendiri. Sebab proyek ini dikerjakan tanpa tender tetapi lewat penghunjukan langsung alias PL. Pengerjaanya di Kecamatan Raya dipercayakan kepada PT Adhi Karya. Sebuah perusahaan bersatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berkantor pusat di Jakarta. Sementara untuk Kecamatan Hutabayu Raja dikerjakan oleh PT Janur Sari. Keduanya merupakan rekanan dari luar Simalungun. Alasan Perkimbangwil waktu itu, pengerjaan proyek sudah sangat mendesak. Proyek itu mulai dikerjakan sekitar Nopember 2004. Padahal menurut sumber koran ini di Pemkab Simalungun, dana SEAB itu sudah sejak awal 2004 sudah turun atas loby salah seorang anggota DPR-RI. Bahkan diperoleh informasi, kucuran dana itu sebenarnya berkisar Rp 20 miliyar. Tetapi karena pengerjananya telat dilakukan Pemkab Simalungun, pemerintah pusat menarik sebagian dana tersebut dan dialihkan ke daerah lain. Khabarnya, sebagian dana itu ditarik untuk membiayai perbaikan jalan propinsi yang menghubungkan Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan.
Diadukan ke Kejatisu dan KPKSejumlah pelaku usaha jasa konstruksi dan lembaga pemerhati proyek pembangunan pun mengajukan protes. Mereka prihatin, mengapa begitu mudahnya Pemkab Simalungun memberikan proyek kepada rekanan dengan mengabaikan ketentuan yang ada. Padahal ada mekanisme pelelangan pekerjaan proyek pemerintah, yakni Keppres 80/2003. Patut diduga, ada permainan antara Pemkab Simalungun dengan pihak-pihak tertentu. Asosiasi Kontraktor Air Indonesia (Akaindo) merupakan lembaga yang paling ngotot mempersoalkan pengerjaan proyek ini sejak awal. Kondisi seperti ini, menurut Pengurus Akaindo Siantar-Simalungun, Manohom Aritonang, merugikan dunia usaha jasa konstruksi dan keuangan negara. Sebab jika proyek tersebut ditenderkan, negara dapat diuntungkan dengan adanya selisih penawaran harga dengan pagu anggaran yang ditenderkan. “Tetapi karena lebih mengutamakan kepentingan pribadi, akhirnya pihak lain dirugikan,”tegasnya.
Tak hanya Akaindo, Komisi Pemantau Pengadaan Barang dan Jasa (KP2BAJA) bahkan mengadukan kasus tersebut langsung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta bersama sejumlah proyek lainnya yang diduga bermasalah di Simalungun. Tak hanya ke KPK, pengaduan juga dilayangkan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu). Alasannya, Pemkab Simalungun diduga telah melakukan persekongkolan dengan pihak penyedia jasa. Dampaknya terjadi persaingan tidak sehat dalam usaha jasa konstruksi serta tidak sesuai dengan prinsip pembangunan. Sebab proyek SEAB yang merupakan proyek yang bersumber dari pengurangan subsidi BBM. Dalam programnya SEAB bertujuan untuk memberikan pelayanan air bersih terhadap kaum miskin dan wilayah yang rawan air bersih. Tetapi yang dilakukan Pemkab Simalungun justru melayani daerah yang telah mendapatkan air minum. Sebaliknya, sejumlah masyarakat yang berada persis tak jauh dari proyek belum mendapatkan sarana air bersih. Karena itulah KP2BAJA menilai penempatan proyek dimaksud tak tepat sasaran.
Bocoran yang diperoleh koran ini, sejumlah mantan pejabat yang patut diduga terlibat dalam proses pengerjaan proyek tersebut telah diperiksa di Kejatisu. Bahkan dalam waktu dekat, kasusnya segera akan diungkap ke permukaan. Soal siapa-siapa saja yang bakal dijadikan tersangka, sejauh ini belum diketahui secara pasti. “Tetapi dalam waktu dekat kasusnya segera diungkap. Apalagi proyek itu tak tuntas sampai sekarang,”ujar sumber koran ini di Kejatisu. KPK sendiri sebenarnya sudah pernah merespon pengaduan KP2BAJA lewat balasan suratnya, tertanggal 12 Mei 2005 Nomor: R.902/D.PIPM/KPK/V/2005, yang ditujukan ke Direktur Eksekutif KP2BAJA. Surat KPK itu ditandatangani Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat, Junino Jahja.
Surat ini merupakan balasan surat Direktur Eksekutif KP2BAJA, P. Sibarani Nomor: 129/KP2BAJA/Sim/III/2005 tanggal 26 Maret 2005. Sibarani sendiri, sudah pernah secara langsung dimintai keterangan oleh staf KPK, guna melengkapi berkas pengaduannya tersebut. Menurut Sibarani, waktu itu KPK berjanji akan menindaklanjuti pengaduan tersebut. Namun KPK saat itu tak bisa memberikan limit waktu. Sebab pengaduan masyarakat lainnya soal indikasi korupsi dari berbagai daerah juga menumpuk di KPK. Maklum, kinerja KPK masih terpusat dan belum ada membentuk perwakilan di daerah. Semua pengaduan masyarakat masih harus ditangani secara langsung dari kantor pusat. Akhirnya, KP2BAJA sempat menuding KPK juga ikut “bermain” karena memperlama-lama penyelesaian kasus tersebut.
Bupati Simalungun sendiri waktu itu, John Hugo Silalahi bersama para stafnya tak terlalu dipusingkan dengan pengaduan tersebut. Sebab mereka punya alasan mendasar mengapa proyek itu tak ditenderkan. Lewat Kadis Perkimbangwil (masih Sohor Purba,red) disebutkan, alasannya dikarenakan waktu yang sangat mendesak. Apalagi, proyek tersebut memerlukan penanganan khusus serta peralatan kerja yang harus memadai. Diduga, jika dilakukan lewat tender, dikhawatirkan pemerintah pusat ‘marah’ dan malah menarik keseluruhan dana yang sudah sempat dikucurkan tersebut. Selanjutnya, Pimpinan Proyek, Ultri Simangunsong selalu berkilah, bahwa belum rampungnya proyek tersebut dikarenakan ada hambatan teknis dalam pemasangan pipa distribusi. Apalagi medan yang harus dilalui cukup sulit dan melintasi jurang serta perbukitan. Begitu pun, pihaknya terus berusaha merampungkan proyek tersebut dengan mendatangkan peralatan yang lebih memadai. Menurutnya, proyek tersebut tetap bakal dapat diselesaikan.
Tahap Kedua Ironisnya lagi, meski proyek SEAB jelas-jelas masih terkatung-katung, tetapi setahun kemudian, Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Tarukim) Sumatera Utara kembali melanjutkan proyek tersebut. Yakni pemasangan jaringan pipa distribusi Dananya kurang lebih hampir sama dengan tahap pertama dari dana SEAB. Bedanya, proyek tahap II ini ditangani langsung Dinas Tarukim Sumut. Pemkab Simalungun hanya sebagai ‘penonton’. Tendernya juga dilakukan di Propinsi. Tapi apa lacur. Miliyaran uang rakyat itu hingga kini tak dapat dinikmati masyarakat. Karena proyek pertama gagal, proyek tahap kedua itu pun tak dapat berfungsi dengan baik. Sebab pengerjaan tahap kedua itu merupakan kelanjutan tahap pertama. Ini merupakan salah satu bentuk penghamburan uang rakyat yang akhirnya menimbulkan masalah hukum dan kerugian bagi publik. (R-02)

Sumber

No comments:

Post a Comment