YOU CAN GET ALL

Thursday 8 July 2010

Sudah Kondang batal NUNGGANG


– Dirjen Pajak M. Tjiptardjo pun takkan malu seperti ini. Anak buah banyak yang jadi “tikus negara” itu karena korupsi sudah membudaya. Tapi kalau sudah duduk di pelaminan, lalu pengantin wanita malah kabur, bagaimana Kasdulah, 27, tak dibuat malu? Sudah kondang batal nunggang, apa kata dunia?

Alkhaya’u minal iman, malu bagian dari iman, begitu kata hadis Nabi. Tapi jika keimanan kita diukur dengan batalnya ke pelaminan, sanggupkah kita menjalani? Ini pula lakon yang dialami Kasdulah, warga Jalan Sludang, Sumenep (Madura). Di kala tamu telah berdatangan dan siap memberikan ucapan selamat, tapi dia tetap sendirian di kursi pelaminan. Mereka saling berbisik, mana pengantin wanitanya? Dan Kasdullah pun hanya bisa menjawab: auah gelap!

Sudah empat tahun lalu sebenarnya Kasdullah pacaran dengan Asminah, 24, gadis kembang desa Kebonagung, Sumenep. Selama itu mereka mengadakan penjajagan, sebelum koalisi permanen betul-betul dibangun dalam bingkai rumahtangga. Cuma karena pergaulan mereka kelewat akrab, orangtua kedua kubu merasa khawatir bahwa dari penjajagan tersebut, lama-lama Kasdullah berani “menjajagi” kedalaman kehormatan Asminah sebelum resmi jadi suami istri.

Orangtua pun berembug, minta segera hubungan keduanya diresmikan. Awalnya Kasdulah maupun Asminah menolak, dengan alasan belum punya persiapan memadai. Tapi orangtua si gadis segera menyitir ucapan Bung Karno tahun 1960-an, bahwa tehnokrat-tehnokrat Indonesia masih kalah dengan tukang becak. “Para insinyur itu mau menikah setelah punya rumah dan mobil, sedangkan tukang becak dengan modal tikar dan bantal saja, sudah berani mengawini anak orang.”

Walhasil, Kasdullah – Asminah pada akhirnya mau juga diresmikan sebagai suami istri. Modal semuanya dari pihak orangtua, sedangkan mereka selaku calon pengantin cukup banyak membaca buku teori berumahtangga, misalnya buku lama yang berjudul “Surga Perkawinan” karangan Amir Taat Nas dari Medan. Atau kliping koran yang memuat tulisan dr. Naek L. Tobing ahli “naik-naikan” itu.

Dua hari lalu sekitar pukul 09.00 ijab kabul antara Kasdullah – Asminah telah dilangsungkan dengan dihadiri sanak kerabat. “Saya terima nikahnya Asminah dengan maskawin Rp 2,5 juta, dibayar tunai…!” kata Kasdullah dengan mantap. Dan ketika saksi mengatakan: sah, dalam hati mempelai lelaki berteriak: “Cihuuuuu, jadi juga nanti malam saya mbelah duren jatohan…..!” Apa lagi setelah surat nikah warna hijau diserahkan, kedua mempelai senyum-senyum karena sudah resmi punya SIM, sehingga motor itu bisa dikendarai kapan saja suka.

Malam harinya resepsi berlangsung di rumah Asminah. Tapi mempelai wanita yang sedari sore sudah mengenakan pakaian kebesaran, tiba-tiba lenyap bagaikan ditelan bumi. Hingga kedua mempelai itu harus duduk di kursi pelaminan, Asminah tak diketahui di mana keberadaannya. Walhasil Kasdullah terpaksa duduk sendirian di kuwade (kursi), sehingga mirip cah ilang. Daripada malu, resepsi terus dilanjutkan, meski seribu tanda tanya bergelayut di hati keluarga dan para tamu. “Ini pasti ada rekayasa dari pihak ketiga,” kata orangtua Kasdullah.

Kata Susno Duadji, ini “dirijen” yang tak perlu tahu not balok. (JP/Gunarso TS)

Nah Ini Dia

No comments:

Post a Comment